Meskipun sudah
bertahun-tahun lamanya, rasa bosan seperti enggan datang kala sinetron ini
diputar di layar televisi. Selalu saja ada daya tarik dari sinetron penuh
hikmah ini. Entah kakek, nenek, ibu, bapak, kakak, atau adikmu excited terbahak-bahak
bersamanya. Poin-poin inilah yang barangkali membuat keluargamu menahbiskan Si
Doel Anak Sekolahan sebagai tontonan terbaik keluarga.
1. Seperti Sarah, kita berjuang mati-matian melakukan
penelitian untuk skripsi. Hampir apapun bakal dilakukan demi skripsi tercintah.
Sarah merupakan perempuan kaya, di mana
orang tuanya berdomisili di Belanda. Ketika masa penulisan skripsi tiba, Sarah
memutuskan tinggal ke Indonesia. Ketertarikannya pada kebudayaan Betawi,
membawanya pada Doel dan keluarganya yang emang asli Betawi.
Untuk menjadikan Doel sebagai bahan
penelitiannya, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Suatu pagi, Sarah
harus menyelinap ke kamar sepupunya, Hans. Di situlah ia merengek-rengek pada
Hans agar diperkenalkan pada sosok Doel. Doel sendiri adalah teman satu kampus
Hans. Meski Hans menolak dengan alasan menjaga privasi Doel dan keluarganya,
toh Sarah berhasil juga.
Bagaimana dengan kamu? Perjuangan Sarah
meneliti skripsi sampai jauh ke Indonesia begitu gigih. Apa iya kamu mau kalah
dengan Sarah?
2. Kebanggaan Mak Nyak dan Babe akan anaknya yang
bergelar insinyur mewakili perasaan para orang tua ketika melihat anaknya lulus
kuliah.
Wajar memang. Babe Sabeni memang
ingin salah satu anaknya menjadi “seseorang” agar hidup keluarganya tak lagi
pas-pasan. Oleh karenanya, seluruh biaya dicurahkan untuk kuliah Doel. Atun,
adik Doel terpaksa tak bersekolah namun tetap tahu diri.
Kamu yang sempat merasakan masa-masa
kejayaan Si Doel, layak bersyukur. Orang tuamu sanggup membiayai pendidikanmu
hingga kini. Tentu saja harapannya sama dengan orang tua Doel, agar kamu
menjadi seseorang yang sukses dan tidak dipandang sebelah mata.
3. Usai bangga mendapat gelar insinyur, Si Doel mulai
mengalami fase galau pasca kuliah. Gak ada kegiatan, pekerjaan sulit dicari.
Sebagian besar fresh graduates pasti pernah mengalami fase
ini.
Tak jauh berbeda dengan Si Doel,
momen-momen kelulusan adalah kebanggaan bagi diri sendiri dan keluarga. Siapa
sih yang tak senang mempunyai gelar pendidikan yang tinggi?
Namun siapa juga yang menyangkal bahwa ada
ancaman di balik kelulusan? Ya, akan jadi apa selanjutnya? Tak pelak si Doel
sering nampak luntang-lantung memikirkan nasib masa depannya, di balik anggapan
mewahnya gelar yang disandang.
4. Agar gelar “Tukang Insinyur” miliknya bisa terpakai,
Si Doel mengirim surat lamaran ke mana-mana. Apesnya, belum ada yang mau
menerima dia.
Sudah berapa lembar lamaran yang si Doel
buat. Sudah berapa langkah pula ia jajaki untuk memasuki tiap perkantoran.
Entah apa yang kurang, selalu saja si Doel ditolak. Tak jarang pula yang
mengaku bahwa kantornya sedang tidak membutuhkan karyawan baru.
Untuk kamu yang sempat mencercap kehidupan
di era digital, bersyukurlah! Sesulit apapun melamar pekerjaan, kamu mengenal
internet untuk segala macam informasi lowongan pekerjaan. Tanpa harus
bersusah-susah keliling ke tiap perusahaan, cukup email kamu kirimkan.
4. Gengsi dan malunya si Doel kalau nggak kerja kantoran
itu, juga menggelayuti pikiran kamu yang lulusan kuliah. Ditambah lagi tekanan
ortu yang ingin anaknya punya pekerjaan mapan.
Masih ingat ketika Babe
Sabeni ngomelin si Doel malam-malam karena melihat si Doel bekerja sebagai
mekanik bengkel? Bagi Babe, Doel harus bekerja sebagai orang kantoran.
Menurutnya, keluarga sudah berkorban banyak untuk pendidikan Doel yang tinggi.
Seharusnya itu menjadi jaminan Doel untuk bekerja dengan posisi tinggi, gaji
besar, dan penuh fasilitas.
5. Dari Si Doel, kamu belajar memahami dinamika
kesenjangan sosial yang menjadi jurang pemisah cinta Sarah dan Doel.
Jika bisa dimetaforakan, kira-kira itulah
perasaan Doel pada Sarah. Meski hatinya mencintai Sarah, namun kesenjangan
sosial di antaranya tak dapat dihindari. Sarah anak orang kaya dan terbiasa
hidup maju di Belanda, sedangkan si Doel cuma anak Betawi dan tidak punya
apa-apa. Bekerja pun, si Doel belum. Doel kerap nampak minder dengan Sarah dan
keluarganya. Tak jarang Sarah tampak ngambek karena keminderan
si Doel.
Bagi kamu yang serupa dengan Doel, tak
perlu khawatir! Semua indah pada waktunya, asalkan kamu bekerja keras!
6. Mungkin tak hanya kamu saja yang mengalaminya, Si
Doel juga kerap dipandang sebelah mata oleh orang tua Zaenab.
Zaenab, yang diperankan
Maudy Koesnaedi, merupakan sosok wanita asli Betawi yang sejak kecil sudah
dijodohkan dengan Doel. Meski sudah dijodohkan, tak lantas keluarga Zaenab
terbuka dengan si Doel. Lagi-lagi soal kerjaan! Karena belum mapan dan sukses,
keluarga Zaenab memandang sebelah mata pada si Doel. Apalagi ibunya Zaenab. Tak
heran, keluarga Zaenab mencomblangi anaknya dengan orang lain. Pilihan pun
jatuh pada Ahong, pengusaha Tionghoa yang sukses dan kaya. Ahong malah
kedapatan sering mengantarkan Zaenab ke tempat kursus. Meski begitu, rasa
sayang Zaenab pada Doel tetap terpendam dalam lubuk hatinya.
7. Hidup prihatin selama belum mendapat pekerjaan tetap
dilakoni Doel dengan legowo. Sambil menunggu panggilan, si Doel narik angkot
untuk meringankan beban keluarga.
Walaupun belum kunjung
menemukan pekerjaan tetap, Doel tak mau berpangku tangan. Ia tetap bekerja dan
pantang meminta dari orang tua. Menyupiri opelet kesayangan keluarganya adalah
solusinya. Meski bergelar sarjana, rasa malu dibuang jauh-jauh. Siapa yang bisa
menyangka di kemudian hari Doel sukses jadi
pejabat bekerja di luar Jakarta?
8. Meski si Roy lebih mapan, persaingan cinta tetap
memenangkan Si Doel yang jujur, sederhana, dan apa adanya.
Selain Ahong, ada lagi saingan Doel
lainnya bernama Roy. Tokoh yang digambarkan botak, berkacamata, berkumis, dan
senantiasa mengendarai mobil mewah ini, memang menyukai Sarah. Bahkan ia telah
mengenal orang tua Sarah. Namun Sarah amat jengah dengan perilaku sombong Roy.
Bahkan tak jarang si Doel direndahkannya.
Rupanya bukan kemapanan yang dicari Sarah.
Sifat Doel yang jujur, sederhana, dan apa adanya yang mampu memikatnya. Apalah
arti uang, harta, dan tahta Roy jika Sarah tak bahagia?
9. Menjadi anak sulung yang dibanggakan, rupanya menjadi
beban tersendiri bagi Si Doel. Yang anak sulung mana suaranya???
Barangkali ini tak hanya
berlaku bagi Doel saja. Semua anak sulung yang berpikiran matang, mungkin akan
merasa terbebani pula. Anak sulung digadang-gadang akan menjadi pimpinan
keluarga setelah ayah. Di samping itu, menjadi anak sulung dituntut untuk dapat
membawa nama baik dan menaikkan derajat keluarga. Sayangnya, si Doel tidak bisa
secepat itu melakukannya. Ditambah lagi ia juga harus menjaga dan merawat
adiknya, Atun, yang tidak berpendidikan tinggi.
10. Nontonin Jakarta yang dulu dan sekarang, mampu jadi
pelajaran sejarah yang baik buat anak-cucu.
Masih ingat ketika Pak Bendot mencari Mas
Karyo di ibukota, kemudian nyasar di Bunderan HI? Atau masih ingatkah kamu
ketika Doel sekeluarga hendak berkunjung ke makam leluhur, malah yang
didapatinya adalah lapangan golf?
Sinetron Si Doel Anak Sekolahan sedikit
banyak juga menyentil kehidupan Jakarta yang saat itu mulai dimakan
pembangunan. Dari gedung-gedung tinggi, kendaraan lalu-lalang di jalanan,
kebudayaan Betawi yang tergusur, hingga kehidupan multikulturalnya. Dari
sinetron inilah, kamu dapat mempelajari sedikit banyak sejarah perkembangan
ibukota Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar