Minggu, 13 November 2016

10 Hal yang Membuat Si Doel Anak Sekolahan Selalu Jadi Bagian Dari Keluarga Indonesia

Meskipun sudah bertahun-tahun lamanya, rasa bosan seperti enggan datang kala sinetron ini diputar di layar televisi. Selalu saja ada daya tarik dari sinetron penuh hikmah ini. Entah kakek, nenek, ibu, bapak, kakak, atau adikmu excited terbahak-bahak bersamanya. Poin-poin inilah yang barangkali membuat keluargamu menahbiskan Si Doel Anak Sekolahan sebagai tontonan terbaik keluarga.

1. Seperti Sarah, kita berjuang mati-matian melakukan penelitian untuk skripsi. Hampir apapun bakal dilakukan demi skripsi tercintah.
Sarah merupakan perempuan kaya, di mana orang tuanya berdomisili di Belanda. Ketika masa penulisan skripsi tiba, Sarah memutuskan tinggal ke Indonesia. Ketertarikannya pada kebudayaan Betawi, membawanya pada Doel dan keluarganya yang emang asli Betawi.
Untuk menjadikan Doel sebagai bahan penelitiannya, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Suatu pagi, Sarah harus menyelinap ke kamar sepupunya, Hans. Di situlah ia merengek-rengek pada Hans agar diperkenalkan pada sosok Doel. Doel sendiri adalah teman satu kampus Hans. Meski Hans menolak dengan alasan menjaga privasi Doel dan keluarganya, toh Sarah berhasil juga.
Bagaimana dengan kamu? Perjuangan Sarah meneliti skripsi sampai jauh ke Indonesia begitu gigih. Apa iya kamu mau kalah dengan Sarah?

2. Kebanggaan Mak Nyak dan Babe akan anaknya yang bergelar insinyur mewakili perasaan para orang tua ketika melihat anaknya lulus kuliah.
 Wajar memang. Babe Sabeni memang ingin salah satu anaknya menjadi “seseorang” agar hidup keluarganya tak lagi pas-pasan. Oleh karenanya, seluruh biaya dicurahkan untuk kuliah Doel. Atun, adik Doel terpaksa tak bersekolah namun tetap tahu diri.
Kamu yang sempat merasakan masa-masa kejayaan Si Doel, layak bersyukur. Orang tuamu sanggup membiayai pendidikanmu hingga kini. Tentu saja harapannya sama dengan orang tua Doel, agar kamu menjadi seseorang yang sukses dan tidak dipandang sebelah mata.

3. Usai bangga mendapat gelar insinyur, Si Doel mulai mengalami fase galau pasca kuliah. Gak ada kegiatan, pekerjaan sulit dicari. Sebagian besar fresh graduates pasti pernah mengalami fase ini.
Tak jauh berbeda dengan Si Doel, momen-momen kelulusan adalah kebanggaan bagi diri sendiri dan keluarga. Siapa sih yang tak senang mempunyai gelar pendidikan yang tinggi?
Namun siapa juga yang menyangkal bahwa ada ancaman di balik kelulusan? Ya, akan jadi apa selanjutnya? Tak pelak si Doel sering nampak luntang-lantung memikirkan nasib masa depannya, di balik anggapan mewahnya gelar yang disandang.

4. Agar gelar “Tukang Insinyur” miliknya bisa terpakai, Si Doel mengirim surat lamaran ke mana-mana. Apesnya, belum ada yang mau menerima dia.
Sudah berapa lembar lamaran yang si Doel buat. Sudah berapa langkah pula ia jajaki untuk memasuki tiap perkantoran. Entah apa yang kurang, selalu saja si Doel ditolak. Tak jarang pula yang mengaku bahwa kantornya sedang tidak membutuhkan karyawan baru.
Untuk kamu yang sempat mencercap kehidupan di era digital, bersyukurlah! Sesulit apapun melamar pekerjaan, kamu mengenal internet untuk segala macam informasi lowongan pekerjaan. Tanpa harus bersusah-susah keliling ke tiap perusahaan, cukup email kamu kirimkan.

4. Gengsi dan malunya si Doel kalau nggak kerja kantoran itu, juga menggelayuti pikiran kamu yang lulusan kuliah. Ditambah lagi tekanan ortu yang ingin anaknya punya pekerjaan mapan.
Masih ingat ketika Babe Sabeni ngomelin si Doel malam-malam karena melihat si Doel bekerja sebagai mekanik bengkel? Bagi Babe, Doel harus bekerja sebagai orang kantoran. Menurutnya, keluarga sudah berkorban banyak untuk pendidikan Doel yang tinggi. Seharusnya itu menjadi jaminan Doel untuk bekerja dengan posisi tinggi, gaji besar, dan penuh fasilitas.

5. Dari Si Doel, kamu belajar memahami dinamika kesenjangan sosial yang menjadi jurang pemisah cinta Sarah dan Doel.
Jika bisa dimetaforakan, kira-kira itulah perasaan Doel pada Sarah. Meski hatinya mencintai Sarah, namun kesenjangan sosial di antaranya tak dapat dihindari. Sarah anak orang kaya dan terbiasa hidup maju di Belanda, sedangkan si Doel cuma anak Betawi dan tidak punya apa-apa. Bekerja pun, si Doel belum. Doel kerap nampak minder dengan Sarah dan keluarganya. Tak jarang Sarah tampak ngambek karena keminderan si Doel.
Bagi kamu yang serupa dengan Doel, tak perlu khawatir! Semua indah pada waktunya, asalkan kamu bekerja keras!

6. Mungkin tak hanya kamu saja yang mengalaminya, Si Doel juga kerap dipandang sebelah mata oleh orang tua Zaenab.
Zaenab, yang diperankan Maudy Koesnaedi, merupakan sosok wanita asli Betawi yang sejak kecil sudah dijodohkan dengan Doel. Meski sudah dijodohkan, tak lantas keluarga Zaenab terbuka dengan si Doel. Lagi-lagi soal kerjaan! Karena belum mapan dan sukses, keluarga Zaenab memandang sebelah mata pada si Doel. Apalagi ibunya Zaenab. Tak heran, keluarga Zaenab mencomblangi anaknya dengan orang lain. Pilihan pun jatuh pada Ahong, pengusaha Tionghoa yang sukses dan kaya. Ahong malah kedapatan sering mengantarkan Zaenab ke tempat kursus. Meski begitu, rasa sayang Zaenab pada Doel tetap terpendam dalam lubuk hatinya.

7. Hidup prihatin selama belum mendapat pekerjaan tetap dilakoni Doel dengan legowo. Sambil menunggu panggilan, si Doel narik angkot untuk meringankan beban keluarga.
Walaupun belum kunjung menemukan pekerjaan tetap, Doel tak mau berpangku tangan. Ia tetap bekerja dan pantang meminta dari orang tua. Menyupiri opelet kesayangan keluarganya adalah solusinya. Meski bergelar sarjana, rasa malu dibuang jauh-jauh. Siapa yang bisa menyangka di kemudian hari Doel sukses jadi pejabat bekerja di luar Jakarta?

8. Meski si Roy lebih mapan, persaingan cinta tetap memenangkan Si Doel yang jujur, sederhana, dan apa adanya.
Selain Ahong, ada lagi saingan Doel lainnya bernama Roy. Tokoh yang digambarkan botak, berkacamata, berkumis, dan senantiasa mengendarai mobil mewah ini, memang menyukai Sarah. Bahkan ia telah mengenal orang tua Sarah. Namun Sarah amat jengah dengan perilaku sombong Roy. Bahkan tak jarang si Doel direndahkannya.
Rupanya bukan kemapanan yang dicari Sarah. Sifat Doel yang jujur, sederhana, dan apa adanya yang mampu memikatnya. Apalah arti uang, harta, dan tahta Roy jika Sarah tak bahagia?

9. Menjadi anak sulung yang dibanggakan, rupanya menjadi beban tersendiri bagi Si Doel. Yang anak sulung mana suaranya???
Barangkali ini tak hanya berlaku bagi Doel saja. Semua anak sulung yang berpikiran matang, mungkin akan merasa terbebani pula. Anak sulung digadang-gadang akan menjadi pimpinan keluarga setelah ayah. Di samping itu, menjadi anak sulung dituntut untuk dapat membawa nama baik dan menaikkan derajat keluarga. Sayangnya, si Doel tidak bisa secepat itu melakukannya. Ditambah lagi ia juga harus menjaga dan merawat adiknya, Atun, yang tidak berpendidikan tinggi.

10. Nontonin Jakarta yang dulu dan sekarang, mampu jadi pelajaran sejarah yang baik buat anak-cucu.
Masih ingat ketika Pak Bendot mencari Mas Karyo di ibukota, kemudian nyasar di Bunderan HI? Atau masih ingatkah kamu ketika Doel sekeluarga hendak berkunjung ke makam leluhur, malah yang didapatinya adalah lapangan golf?
Sinetron Si Doel Anak Sekolahan sedikit banyak juga menyentil kehidupan Jakarta yang saat itu mulai dimakan pembangunan. Dari gedung-gedung tinggi, kendaraan lalu-lalang di jalanan, kebudayaan Betawi yang tergusur, hingga kehidupan multikulturalnya. Dari sinetron inilah, kamu dapat mempelajari sedikit banyak sejarah perkembangan ibukota Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar